Kominfo Mendorong Generasi Muda Untuk Ciptakan Ruang Digital Aman Untuk Anak
Perkembangan teknologi Info dan komunikasi selagi ini lebih pesat dari lebih dari satu th. lalu. Anak-anak tambah punya kebiasaan memanfaatkan beragam platform media digital untuk lakukan kesibukan online atau daring, jadi dari sosial media, hiburan, chating, termasuk untuk mengakses pendidikan. Sayangnya, peningkatan kesibukan secara daring ini ikut berpotensi terpapar pengaruh negatif layaknya perundungan anak lewat sosial media yang belakangan kerap terjadi.
Presiden Joko Widodo menetapkan pelindungan anak menjadi prioritas nasional dengan menyebabkan 4 arah kebijakan. Cakupan kebijakan tersebut yakni dengan peningkatan peran Ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; penurunan kekerasan pada anak; penurunan pekerja anak; dan pencegahan perkawinan anak.
Untuk menambahkan ilmu kepada masyarakat khususnya generasi muda agar ikut dalam menjaga anak-anak dari konten negatif dan hal buruk dari beragam kesibukan daring, Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengadakan Forum Diskusi dan Literasi dengan bertema “Ciptakan Ruang Digital yang Aman untuk Anak”.
Ketua Tim Informasi agen sbobet dan Komunikasi Hukum dan HAM Kemkominfo, Astrid Ramadiah Wijaya menyampaikan negara punyai komitmen besar dalam menambahkan pelindungan anak dan memasukkannya ke dalam konstitusi.
“Anak-anak rentan mengalami masalah kekerasan seksual online yang dapat menyebabkan trauma dan masalah psikis yang berdampak bagi tumbuh kembang anak,” terang Astrid selagi mengakses forum diskusi yang berjalan di Bandung, Selasa (4/11).
Berdasarkan hasil survei dari U-Report th. 2022 tentang Hak Anak di Dunia Digital, 86% dari 4.499 responden muda Indonesia mengaku dulu mengalami atau menyaksikan hal yang tidak baik atau merasakan hal yang tidak mengasyikkan di platform online. Beberapa hal tidak mengasyikkan yang mereka menyaksikan atau alami diantaranya adalah konten negatif, hoaks, perundungan siber dan tindakan pelecehan.
Selanjutnya, Astrid memaparkan jika dekatnya media digital dengan anak memerlukan perhatian tertentu dari kita semua.
“Anak memanfaatkan beragam platform media digital untuk lakukan banyak ragam kesibukan online layaknya sosial media, hiburan, chating, termasuk untuk mengakses pendidikan,” memahami Astrid kepada generasi muda yang hadir.
Ruang Digital Jadi Tanggung Jawab Bersama
Forum Diskusi dan Literasi “Ciptakan Ruang Digital yang Aman untuk Anak” ikut menghadirkan Ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Jawa Barat, Ato Rinanto, dan Psikolog-Influencer Anastasia Sartiyo, M.Psi. sebagai narasumber.
Dalam diskusi tersebut, Ato Rinanto mengutarakan jika selagi ini fenomena sosial sudah berubah gara-gara pengaruh kemajuan teknologi, termasuk cara-cara memperlakukan anak-anak dari tiap-tiap masa. Ia mencontohkan jika selagi ini para orang tua sudah jarang membacakan dongeng untuk anak-anak mereka.
“Seiring minimnya orang tua beraktivitas dengan anak untuk menceritakan kearifan lokal, agama, budaya, dan lain-lain bersamaan itu pula kita disuguhi cerita-cerita (drama) dari media sosial,” papar Ato.
Menurutnya, arus globalisasi yang tak dapat dihindarkan menyebabkan masyarakat tak dapat menentukan pilihan yang baik.
“Saat ini konten menjadi primadona, seluruh hal dan kesibukan dapat dibikin konten,” kata Ato. Hal tersebut yang pada pada akhirnya bakal menciptakan kesempatan menghilangkan jati diri bangsa, khususnya jati diri anak-anak Indonesia kini dan nanti.
Ia menyoroti konten-konten negatif dapat dicegah secara bersama dengan tidak membagikan konten tersebut di media sosial.
“Harus dapat membedakan konten negatif dan konten positif. Para orang tua wajib konsisten mengawasi anak-anak,” Ato menambahkan.
Ato menegaskan bahwa ruang digital yang ramah untuk anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun tugas seluruh lapisan masyarakat termasuk generasi muda sebagai calon orang tua nantinya.
“Sebagai generasi muda dan calon orang tua nantinya, buatlah konten-konten positif yang mencirikan jati diri Indonesia. Menurutnya tantangan yang sulit terkini adalah merampungkan masalah kekerasan di ruang digital pada masyarakat di pedesaan dibanding di kota-kota besar, di mana psikolog gampang untuk didatangi.